Sunday, 28 September 2014
Drama pendek Kota Impian ini adalah karya Preva (Siswa kelas Bahasa chapter II -hehehe) yang berhasil memenangkan Lomba Penulisan Naskah Drama Balai Bahasa Yogyakarta tingkat SMA tahun 2008 (juara III). Terima kasih buat Preva yang memberikan naskahnya utk dimuat di blog ini sebagai sarana belajar-mengajar. Tampaknya drama Persimpangan cukup membekas dalam batinnya sehingga banyak memberi warna dalam proses kreatif penciptaan naskah ini. Atau karena Persimpangan itu pulalah yang membuatnya ingin mengulang di chapter II hm.... (kalau yg ini tanya sendiri pada bersangkutan-saya nggak ikut-ikut lho...) Terima kasih juga buat Toga (wow... sastra Indonesia UGM nih...) yang telah berbaik berbaik hati meng-email-kan naskah ini.
Kota Impian
Pemain :
1. Pengembara 1
2. Pengembara 2
3. Pengembara 3
4. Pengembara 4
5. Petani 1
6. Petani 2
7. Petani 3
8. Petani 4
Empat orang sedang berjalan menyusuri padang rumput yang tak berujung. Entah mereka sudah sampai di negeri mana. Mereka telah berjalan berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Tujuan mereka hanya satu, Kota Impian.
Matahari terasa sangat panas. Padang rumput itu terasa sangat lengang, seakan-akan padang rumput itu tiada berujung. Hembusan angin sesekali terasa sangat menyejukan. Empat pengembara itu terasa sangat kelelahan berjalan.
Seting panggung minimalis. Hanya ada beberapa batu besar untuk duduk. Lampu sorot diarahkan ke tengah. Hanya ada satu lampu yang menyala. Sementara ada satu orang yang membaca prolog.
Bumi. Bumi adalah karya agung dari sang pencipta. Maha karya yang maha dahsyat. Alam raya diciptakan lengkap dan saling berkaitan, supaya ada keseimbangan antar alam. Alam bicara dan hidup dengan caranya sendiri. Cara yang kadang tidak pernah di pahami oleh manusia, yang katanya makhluk Tuhan yang paling sempurna.
Inilah awal dari sebuah kehancuran. Inilah awal dari segala malapetaka. Manusia telah mengkhianati tugasnya. Mereka bukan lagi bertindak sebagai penjaga alam, mereka malah menjadi pemerkosa alam. Rakus, egois, acuh, individualis adalah sifat yang terus dikembangkan manusia. Mereka lupa untuk apa mereka hidup. Mereka lupa pada ibu yang memberi mereka air, makanan, dan semua yang dibutuhkan. Alam dirusak, tatanan masyarakat dirombak.
Keadaan ini membuat hati gerah, gelisah, dan haus akan kedamaian. Rindu akan kasih sayang, rindu akan kebijakan, dan rindu akan raa kekeluargaan. Untuk itulah, empat orang pengembara melakukan perjalanan panjang. Perjalanan menuju sebuah kota yang konon menjanjikan kedamaian, kesejahteraan, rasa aman dan nyaman, serta rasa saling kekeluargaan. Mereka bersumpah akan meninggalkan kehidupan jaman yang blingsatan. Inilah KOTA IMPIAN.
(pemain naik ke panggung, lampu dinyalakan, dan musik mulai dimainkan)
Adegan I
1. Pengembara 1 :
Saudara, masih berapa lama lagi kita harus berjalan?
2. Pengembara 3 :
Menurut peta, desa terdekat masih sekitar dua kilometer lagi.
3. Pengembara 2 :
Dan… masih berapa jauhkan Kota Impian itu?
4. Pengembara 5 :
Menurut peta, masih sekitar 1000 kilometer lagi.
5. Pengembara 4 :
Jujur aku sangat lelah melakukan perjalanan ini. Selain itu sebenarnya aku juga tidak yakin kalau kita akan sampai di Kota Impian itu.
6. Pengembara 2 :
Saudara, kita tidak boleh menyerah. Kita harus tetap berusaha agar kita bisa sampai pada tujuan kita.
7. Pengembara 1 :
Itu benar saudara. Kita semua merasa lelah, tapi kita harus tetap yakin kalau kita pasti akan sampai di kota itu.
8. Pengembara 3 :
Tepat sekali. Lagi pula menurut peta ini, Kota Impian sudah tidak jauh lagi. Paling lambat, sepuluh tahun lagi kita pasit akan sampai di kota itu.
9. Pengembara 4 :
Sepuluh tahun lagi? Tidak adakah waktu yang lebih cepat untuk mendapatkan kebahagiaan?
10. Pengembara 5 :
perlu perjuangan saudara. Menggapai mimpi itu tidak mudah, perlu banyak perjuangan, kerja keras, dan kesabaran.
11. Pengembara 4 :
Ya… semoga saja apa yang kita yakini itu benar. Mari kita lanjutkan perjalanan kita.
12. Semua : Ayo…!!
(Lampu dimatikan. Seting diubah. Empat pengembara itu masih di panggung)
Adegan II
13. Pengembara 4 :
Saudara, bisakah kita berhenti sejenak? Aku sangat kelelahan. Aku tak sanggup lagi untuk berjalan.
14. Pengembara 1 :
Ya… aku juga sangat kelelahan.
15. Pengembara 3 :
Baiklah, kita putuskan untuk beristirahat sejenak.
(Tiba-tiba datang segerombolan petani yang sedang membawa ternaknya)
16. Pengembara 2 :
Permisi pak, numpang tanya. Desa terdekat dari sini masih jauh tidak pak?
17. Petani 1 :
Desa terdekat masih sekitar dua kilometer lagi saudara.
18. Petani 2 :
Bukan dua kilometer, tapi empat.
19. Petani 1 :
Tidak, tidak sejauh itu. Jaraknya yang benar adalah tiga kilometer.
20. Petani 2 :
Wah, nampaknya kami kurang tau betul jarak yang sebenarnya saudara. Tapi yang pasti sudah tidak jauh dari sini.
21. Pengembara 1 :
Bisa kah kami ikut berjalan bersama bapak ke desa tersebut?
22. Petani 2 :
Ya tidak apa-apa. Tapi kami di jalan nanti akan banyak berhenti, sebab kami harus mencari rumput untuk ternak kami.
23. Pengembara 4 :
Ah, itu bukan masalah bagi kami. Kami akan mengikuti jalan yang bapak jalani.
24. Pengembara 5 :
Ya… mari kita lanjutkan perjalanan kita.
(Lampu mati. Musik dimainkan untuk mengiringi perjalanan itu. Seting diubah menjadi sebuah desa.)
25. Petani 2 :
Akhirnya sampai juga.
26. Petani 2 :
Saudara-saudara, inilah desa kami. Desa yang kecil, namun sangat damai.tanpa penguasa, tanpa pajak atau upeti. Tidak ada hukum, yang ada hanya norma yang sudah kami pahami masing-masing.
27. Pengembara 3 :
Akhirnya kita bisa sampai juga. Oh iya pak, apa di sini ada penginapan?
28. Petani 2 :
Wah, sayang sekali saudara. Desa kami ini sangat jarang dikunjungi, jadi maklumlah kalau tidak ada penginapan di sini.
29. Petani 2 :
Tapi jangan takut. Saudara-saudara bisa menginap digubug kosong ini.
30. Pengembara 2 :
Memangnya gubuk ini tidak ada yang menempati pak?
31. Petani 2 :
Dulu memang ada yang menempati, tapi sekarang sudah tidak lagi.
32. Pengembara 4 :
Memangnya yang punya gubuk ini ada di mana pak?
33. Petani 2 :
Orangnya sudah meninggal dua tahun yang lalu.
34. Pengembara 1 :
Baiklah kalau begitu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk bapak-bapak semua.
35. Petani 2 :
Sama-sama. Kami juga senang bisa membantu saudara semua.
36. Petani 2 :
Kalau begitu kami mohon diri. Hari sudah gelap. Kami masih harus memberi makan ternak kami. Permisi…
37. Pengembara 5 :
Mari….
38. Pengembara 3 :
Tidak disangka, kita bisa mendapat tempat menginap malam ini. Sudah lama aku tidak tidur di dalam rumah. Sudah sejak sepuluh tahun yang lalu, sejak kita memutuskan untuk mengadakan perjalanan ini.
39. Pengembara 5 :
Ya… Semoga kemujuran ini tidak datang hanya hari ini saja.
40. Pengembara 4 :
Kau ini, mengharapkan sesuatu yang tidak pasti.
41. Pengembara 5 :
Loh, ini bukan mustahil terjadi. Siapa tau besok kita mampir di kota yang penuh wanitanya. Sudah lama aku tidak melihat wanita.
42. Pengembara 2 :
Loh loh loh… kok saudara ini malah berpikir tentang wanita? Apa saudara sudah lupa dengan komitmen kita dulu sebelum mengadakan perjalanan ini?
43. Pengembara 5 :
Tentu aku ingat. Aku kan hanya bernostalgia sejenak dengan masa laluku. Apa itu juga tidak boleh?
44. Pengembara 3 :
Bukan tidak boleh, tapi jangan sampai khayalan itu malah membuat kita lupa diri dan menimbulkan tujuan-tujuan semu. Tujuan kita hanya satu. Kota Impian.
45. Pengembara 2 :
Sudah, jangan bertengkar. Lebih baik sekarang kita istirahat. Kita harus melanjutkan perjalanan panjang kita besok.
46. Pengembara5 :
Jujur saja, aku bosan dengan kehidupanku yang sekarang ini.
47. Pengembara 4 :
Saudara ini ternyata juga sudah tertular wabah kebosanan. Lebih baik sekarang kita berdoa saja agar hati kita dikuatkan, dan supaya kita bisa terus berteguh pada tujuan awal kita.
(Pengembara berdoa. Musik dimainkan dan lampu mulai dipadamkan. Seting tidak berubah. Musik hanya memberi jeda pergantian malam ke pagi.)
48. Pengembara 2 :
Saudara-saudara ayo bangun. Hari sudah siang. Mari berkemas. Kita harus melanjutkan perjalanan kita.
49. Pengembara 3 :
Kenapa hari berganti begitu cepat? Belum sempat aku mimpi indah, sudah harus bangun gara-gara matahari yang sudah bersinar terang.
50. Pengembara 1 :
Saudara, kira-kira apa yang mungkin kita temui pada perjalanan kita hari ini?
51. Pengembara 4 :
Entahlah. Mungkin jalan pintas menuju Kota Impian, atau mungkin ajal akan menjemput salah satu diantara kita. Siapa yang tau.
52. Pengembara 5 :
Sudahlah. Tidak usah menerka-nerka. Mari kita berkemas, lalu kita berpamitan dengan warga desa kemarin yang telah memberi kita tempat tinggal.
(mereka semua berkemas. Lalu bangkit berdiri dan keluar dari gubuk itu..)
53. Pengembara 1 :
Kenapa desa ini kelihatan sepi sekali? Kemana para penduduknya?
54. Pengembara 3 :
Aku tidak tau. Mungkin mereka pagi-pagi buta sudah pergi mencari rumput untuk ternak mereka.
55. Pengembara 2 :
Padahal, aku belum sempat mengucapkan terima kasih untuk mereka.
56. Pengembara 4 :
Sudahlah, mungkin kita memang tidak berjodoh dengan mereka. Mari kita lanjutkan perjalanan kita.
57. Pengembara 5 :
Ya… siapa tau di depan memang sudah menunggu sebuah kota yang penuh dengan wanita.
58. Pengembara 4 :
Ssstttt… jangan berpikir yang tidak-tidak.
(Lampu dimatikan. Musik dibunyikan. Seting berubah menjadi sebuah padang yang gersang. Panas, dan sangat menguras keringat.)
Adegan III
59. Pengembara 2 :
Saudara, bisakan kita berhenti sejenak untuk beristirahat?
60. Pengembara 4 :
Kapan kita mau sampai kalau dari tadi hanya berhenti melulu.
61. Pengembara 2 :
Hei saudara, kenapa nada bicara saudara begitu tinggi. Aku hanya meminta waktu sejenak untuk beristirahat. Salahkah itu?
62. Pengembara 4 :
Aku kesal dengan saudara yang daritadi hanya berhenti melulu. Apa niat sudara sudah mulai luntur? Apa semangat saudara untuk menuju Kota Impiyan sudah buyar?
63. Pengembara 2 :
Ah, saudara ini kenapa menjadi sok pemimpin seperti ini. Niatku tidak luntur, semangatku pun tidak buyar. Aku hanya lelah melakukan perjalanan yang tak berujung ini. Berjalan menuju tempat yang belum pasti keberadaannya. Kita sudah sepuluh tahun berjalan, tapi belum ada tanda-tanda kalau kita akan sampai pada tujuan kita.
64. Pengembara 3 :
Itulah yang namanya ketidakyakinan. Saudara sudah mengingkari apa yang dulu telah kita sumpahkan. Saudara tidak ada bedanya dengan seorang pecundang yang hanya bisa merengek dan menyerah pada keadaan.
65. Pengembara 2 :
Aku tidak menyerah pada keadaan, tapi apa yang dulu kita pikirkan ternyata salah. Kita tidak mungkin lari dari kenyataan ini. Jaman kita adalah jaman yang gila. Kita pergi meninggalkan kehidupan kota yang semakin gila untuk mencari sebuah ketenangan. Tapi apa yang kita alami sekarang ini jauh lebih gila. Kita terlalu naif. Kita terlalu jauh berkhayal tentang Kota Impian yang penuh dengan kedamaian itu. Kita tidak tau pasti apakah kota itu ada atau tidak…
66. Pengembara 4 :
Justru itu… Kita semua tidak tau kebenarannya sebelum kita sampai pada kota itu. Dan satu hal yang mesti saudara ingat, perjalanan ini adalah jalan yang terbaik. Lebih baik menambatkan diri pada tujuan dan harapan yang tidak pasti daripada hidup di tengah masyarakat yang blingsatan. Mengikuti arus dimana akan membawa kita larut semakin jauh pada kegilaan. Lebih baik…
67. Pengembara 5 :
Sudahlah… Diam kalian berdua. Kenapa kalian jadi bertengkar satu sama lain. Kita di sini adalah satu, tujuan kita juga satu. Dengan bersatu, kita menjadi lebih baik.
68. Pengembara 2 :
Tidak. Kita sekarang tidak lagi satu. Tujuan kita telah berbeda. Aku tidak mau lagi hidup di dalam bayang-bayang semu tentang kedamaian. Iya kalau benar semua itu ada, kalau tidak, malah membuat kita semakin putus asa. Aku akan pergi mencari Kota Impianku sendiri. Aku sudah tidak mau meneruskan perjalanan ini.
69. Pengembara 3 :
Baiklah, kalau itu keputusan saudara. Gelang ini adalah tanda kalau kita satu. Sekarang saudara tidak lagi satu dengan kami, maka tolong saudara lepas gelang itu dan silahkan pergi menuju ketidakpastian yang saudara pikirkan itu.
70. Pengembara 2 :
Hahaha… ketidakpastian. Sebenarnya, siapa yang hidup di dalamnya. Ini gelangmu. Sekarang aku akan pergi menuju kedamaianku sendiri.
71. Semua :
Silahkan…!!!
(Suasana menjadi hening. Terlihat ekspresi penyesalan pada raut wajah ketiga pengembara itu. Sekarang mereka tinggal bertiga. Satu bagian dari mereka telah hilang)
72. Pengembara 3 :
Saudara-saudara, hendaknya yang barusan terjadi bisa menjadi pelajaran untuk kita. Perjalanan kita memang masih jauh. Kita tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang jelas, jika kita terus berteguh pada tujuan awal kita, maka kita akan terus bersama, karena tujuan itulah yang menyatukan kita di sini.
73. Pengembara 1 :
Sayang sekali rekan kita tadi telah kehilangan jati dirinya. Tujuan sesaat yang muncul membuatnya goyah dan meninggalkan tujuan hidupnya.
74. Pengembara 4 :
Sudahlah, tidak usah dipikir lagi. Yang terjadi, biarlah berlalu. Biarkan itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita.
75. Pengembara 5 :
Mari kita lanjutkan perjalanan kita.
76. Semua :
Mari..!!
(Pengembara 3 samar-samar melihat pantulan cahaya dari arah barat. Dia tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. Maka dia bertanya pada rekannya untuk meminta pendapat.)
77. Pengembara 3 :
Saudara, apa saudara melihat cahaya dari arah barat sana?
78. Pengembara 4 :
Yang mana yang saudara maksud?
79. Pengembara 3 :
Itu yang di sana. Yang memantulkan cahaya itu.
80. Pengembara 1 :
Ya, aku bisa melihatnya. Bagaimana kalau kita berjalan ke situ sebentar untuk mengetahui cahaya apa itu sebenarnya.
81. Pengembara 5 :
Tapi… bila kita ke sana, itu berarti kita melenceng dari arah menuju Kota Impian.
82. Pengembara 1 :
Kita tidak akan berlama-lama di sana. Setelah kita mengetahui apa yang ada di sana, kita kembali melanjutkan perjalanan kita. Bagaimana? Setuju?
83. Pengembara 4 :
Baiklah. Apa salahnya kita coba.
84. Pengembara 1 :
Bagaimana saudara?
85. Pengembara 3 :
Baik. Aku juga ikut.
(Musik dibunyikan. Cahaya meredup. Pengembara-pengembara itu berjalan pelan menuju arah cahaya yang bersinar itu. Setelah mereka sampai, mereka sangat terkejut dengan apa yang mereka lihat. Sebuah kota yang mirip dengan kota dimana tempat mereka berasal.)
86. Pengembara 4 :
Kenapa di tempat seperti ini ada kota yang begitu gemerlap.
87. Pengembara 3 :
Kota apa ini sebenarnya?
88. Pengembara 1 :
Entahlah, yang jelas suasana ini sangat berbeda dengan yang biasa kita rasakan. Kota ini sangat mirip dengan apa yang aku bayangkan semalam. Menjanjikan kesenangan dan benar-benar tempat yang pas untuk melepas kebosanan.
89. Pengembara 5 :
Jangan bilang kalau saudara mau berkeliling di kota ini.
90. Pengembara 1 :
Ya… tepat sekali. Aku memang ingin berjalan-jalan di kota ini.
91. Pengembara 5 :
Tapi tadi kita telah sepakat akan meninggalkan tempat ini setelah kita mengetahui apa yang kita lihat dari kejauhan tadi.
92. Pengembara 1 :
Kau benar. Tapi kita belum mengetahui apa saja yang ada di dalam sana. Mungkin ada wanita dengan pakaian seksi, atau ada sebuah klub malam dimana kita bisa berjoget-joget.
93. Pengembara 4 :
Saudara, apa saudara juga telah mengingkari apa yang sudah kita sepakati?
94. Pengembara 1 :
Aku tidak mengingkarinya. Aku hanya ingin melepaskan kebosananku sebentar saja.
95. Pengembara 3 :
Tapi dulu kita telah berjanji bahwa kita tidak akan ikut menikmati godaan duniawi.
96. Pengembara 1 :
Yang berjanji adalah saudara. Aku tidak pernah merasa berjanji pada siapapun.
97. Pengembara 5 :
Tapi saudara telah meneteskan darah saudara sendiri sebagai bukti bahwa janji itu telah disepakati.
98. Pengembara 1 :
Oh… itu hanya sebagai bentuk dari solidaritas saja. Tidak mungkinkan aku tidak ikut melakukan ritual itu sementara kalian semua melakukannya.
99. Pengembara 4 :
Saudara sudah kelewatan. saudara sudah mengingkari janji yang dulu pernah kita buat.
100. Pengembara 3 :
Ya… saudara juga telah kembali terjerumus oleh nafsu manusia yang jahanam itu.
101. Pengembara 1 :
Apa kalian tau, aku sudah muak dengan perjalanan yang telah kita lakukan. Aku muak dengan harapan-harapan semu dari Kota Impian itu. Sebuah hal yang belum pasti kebenarannya namun dicoba untuk dipercayai. Aku bosan. Aku jengah dengan semua itu.
102. Pengembara 3 :
Baiklah. Nampaknya sekarang kita sudah berbeda. Jadi apa yang saudara kehendaki sekarang?
103. Pengembara 1 :
Aku akan tetap tinggal di sini dan mengubur keinginanku untuk pergi ke Kota Impian itu.
104. Pengembara 5 :
Sungguh mulia keputusanmu itu. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan saudara. Saudara sama saja telah menghisap air liur yang sudah saudara ludahkan sendiri.
105. Pengembara 1 :
Terserah apa kata saudara. Ini gelangmu. Aku sudah tidak memerlukannya lagi. Kehidupanku adalah di sini. Aku tidak mau lagi hanyut dalam pengharapan. Aku lebih senang hidup di dalam realitas kehidupan, walaupun itu akan menjerumuskanku. Jaman telah berubah. Seperti inilah kehidupan manusia jaman sekarang. Kita tidak bisa menghindar darinya. Mau tidak mau, kita harus mengikuti arusnya.
106. Pengembara 3 :
Kita sekarang memang benar-benar berbeda. Saudara telah menjadi budak jaman. Sebuah komponen untuk menjalankan roda sistem konsumeristis. Selamat bergabung di dalamnya. Selamat terlena olehnya. Selamat tinggal saudara.
107. Pengembara 4 :
Selamat tinggal saudara. Cukup sampai di sini kami mengenal saudara.
108. Pengembara 1 :
Suatu saat kalian akan membuktikan sendiri dari perubahan jaman yang sudah merata itu. Sudah tak ada tempat bagi kebenaran. Bahkan secuil pun tidak. Kalian terlalu naif menyandarkan harapan kalian yang semu itu pada sebuah kota impian. Sesuatu yang belum tentu benar. Suatu saat kalian juga akan mengerti.
109. Pengembara 3 :
Setidaknya kami masih punya harapan. Tidak sepertimu yang hanya bisa menyerah pada keadaan. Tidak ada daya juang. Tak ada gairah untuk menuju perubahan.
110. Pengembara 1 :
Perubahan? Memang apa yang bisa kalian lakukan untuk merubah keadaan? Konsumerisme dan individualistis sudah bersenyawa dengan jaman. Dia sudah menjadi akar dari jaman. Kau tidak akan menemukan yang kalian khayalkan itu.
111. Pengembara 4 :
Bagaimana kita bisa mengetahui sebuah hasil kalau kita belum berusaha? Kami bukan tipe orang yang mudah menyerah. Kami bukan orang yang mudah goyah keyakinannya. Dan kami bukan orang yang mudah berpaling haluan idealismenya.
112. Pengembara 1 :
Persetan dengan apa yang saudara katakan. Saudara akan membuktikan sendiri perubahan jaman yang menuju sebuah kehancuran ini. Selamat berdiam diri dalam harapan semu kalian.
113. Pengembara 3 & 4 :
Diam Kau…!!!
(Lagu sendu dinyanyikan mengiringi kepergian dua pengembara itu. Lampu meredup dan akhirnya mati. Seting berubah menjadi sebuah jalan dengan gerbang yang bertuliskan DREAM CITY.)
Adegan IV
114. Pengembara 4 :
Saudara, akhirnya kita sampai juga di Kota Impian.
115. Pengembara 3 :
Perjalanan kita tidak sia-sia saudara.
116. Pengembara 5 :
Ya… mereka pasti menyesal karena telah berpaling dari komitmennya. Mari kita masuk saudara.
(Mengiringi pengembara masuk, musik disko dibunyikan)
Dua pengembara itu sangat heran dengan apa yang mereka lihat. Ternyata Kota Impian tidak ada bedanya dengan kota sebelumnya dan kota tempat asal mereka. Mereka menjadi sangat kecewa.
117. Pengembara 3 :
Ternyata Kota Impian memang tidak ada. Dia hanya ada dalam bayangan dan khayalan kita belaka. Jaman memang sudah berubah. Sudah tidak ada lagi kedamaian dan ketenangan yang kita cari.
118. Pengembara 4 :
Manusia telah sampai pada puncak prestasinya untuk menelurkan kedamaian, ketenangan, saling mengasihi dan saling mencintai. Manusia telah bergerak menurut emosi dan instingnya belaka.
119. Pengembara 5 :
Saudara. Kita telah menyaksikan sendiri sebuah kenyataan dari kehidupan manusia. Apa yang harus kita lakukan. Ikut di dalamnya, atau melawannya dengan mengakhiri hidup kita.
120. Pengembara 4 :
Menurutku keduanya bukanlah jalan keluar. Jika kita ikut di dalamnya, itu berarti kita mengingkari janji kita, komitmen kita dan sumpah kita. Namun apabila kita mengakhiri hidup kita, itu berarti kita sama halnya dengan pecundang yang hanya bisa lari dari kenyataan.
121. Pengembara 3 :
Lalu… apa yang harus kita perbuat sekarang?
122. Pengembara 5 :
Kita harus belajar menerima kenyataan ini. Ini adalah bagian dari hidup kita. Semua tergantung bagaimana kita menyikapinya. Kehidupan kita bukan cuma sekedar seonggol tunggul yang diam. Kita harus bisa bersikap. Kita harus pandai memilah hal mana yang perlu kita lakukan dan yang tak perlu kita lakukan.
123. Pengembara 3 :
Ya… menurutku juga memang demikian baiknya. Mari kita kembali ke kota kita dan menjalani kehidupan kita yang baru. Kota impian memang hanya sekedar khayalan, kedamaian letaknya di dalam hati, bukan di sebuah kota yang tenang.
124. Pengembara 4 :
Kita terlalu naif memikirkan semua itu.
125. Pengembara 5 :
Kedamain. Masih adakah engkau di dunia ini?
(Lampu perlahan mati bersamaan dengan dimainkannya musik.)
***Selesai***
Short drama City of Dreams is the work Preva (Bahasa graders chapter II-hehehe) who has won Dramatic Writing Contest Hall of Languages Yogyakarta high school level in 2008 (champion III). Thank you for Preva which gives the script to be loaded on this blog as a means of teaching and learning. Drama seems quite an impression on his mind's Crossing so much to color in the creative process of creation of this manuscript. Or because the intersection was exactly what made her want to repeat in chapter II hm .... (If this distinguished itself on the relevant question-I do not go-go you know ...) Thank you also for the Toga (wow. Indonesian literature UGM .. ya ...) who have been kind enough kind enough to mail his manuscript.
Dream City
Players:
1. Nomads 1
2. Traveler 2
3. Traveler 3
4. Traveler 4
5. Farmers 1
6. Farmers 2
7. Farmer 3
8. Farmer 4
Five people were walking down an endless meadow. Either they already reached the country where. They had walked for days, weeks, even months. Their purpose is only one, the City of Dreams.
The sun was very hot. Prairie seemed very quiet, as if the prairie was not endless.Occasional gusts of wind seemed very remedy. Five people felt very tired wanderer walking.
Minimalist stage setting. There are only a few large stones to sit. Floodlight directed toward the center. There is only one lamp is lit. While there is one person who read the prologue.
Earth. Earth is a masterpiece of the creator. A terrifying masterpiece. The universe was created a complete and interrelated, so that there is a balance between natural. Nature Talk and live in its own way. The way in which sometimes never understood by humans, which he said God's most perfect creature.
This was the beginning of a meltdown. This is the beginning of all evil. Man had betrayed his duty. They no longer act as natural guardians, they became natural rapist. Greedy, selfish, indifferent, individualism is a trait that continues to develop human. They forgot to what they live. They forget the mother who gave them water, food, and all that is needed.Nature destroyed, dismantled society.
This situation makes the heart sultry, restless, and thirsty for peace. Longing for love, longing for that policy, and long for Raa family. For this reason, four people wandering a long trip. Travel to a town that supposedly promising peace, prosperity, security and comfort, as well as a sense of kinship with each other. They vowed to leave the life of the blingsatan era. This is the DREAM CITY.
(Players climbed onto the stage, the lights on, and the music begins playing)
Scene I
1. Traveler 1:
Brother, how long do we have to walk?
2. Traveler 3:
According to the maps, the nearest village was still approximately two miles again.
3. Traveler 2:
And ... still how many keep that dream city?
4. Traveler 5:
According to the maps, still about 1000 miles.
5. Traveler 4:
Honestly I'm so tired of this trip. Actually I’m Also not sure if we will get to the City of Dreams that.
6. Traveler 2:
Brother, we must not give up. We have to keep trying so that we can arrive at our destination.
7. Traveler 1:
That's right brother. We all feel tired, but we must remain confident that we will definitely reach the city.
8. Traveler 3:
Exactly. After all according to this map, City of Dreams is not far away. At the latest, ten years from now we will get to the city it.
9. Traveler 4:
Ten years from now? Is not there a faster time to find happiness?
10. Traveler 5:
need to fight brother. Achieving the dream was not easy, need a lot of struggle, hard work and patience.
11. Traveler 4:
Yes ... hopefully what we believe is true. Let us continue our journey.
12. All: Come on ...!
(Lights turned off. Settings changed. The four travelers were still on stage)
Scene II
13. Traveler 4:
Brother, can we pause? I'm very tired. I am no longer able to walk.
14. Traveler 1:
Yes ... I'm also very tired.
15. Traveler 3:
Well, we decided to take a break.
(All of a sudden came a bunch of farmers who are bringing their flocks)
16. Traveler 2:
Excuse me sir, . The nearest village from here is still far or not?
17. Farmer 2:
The nearest village was still approximately two miles again brother.
18. Farmer 2:
eh.. Not two miles, but four.
19. Farmer 2:
No, not that far. The correct distance is three miles.
20. Farmer 2:
Well, i seem to know very well about the actual distance relatives. But that certainly is not far from here.
21. Traveler 1:
Whether we can go walking with the father to the village?
22. Farmer 2:
Yes it's okay. But we're on the road will be many stops, because we have to find grass for our cattle.
23. Traveler 4:
Ah, that's not a problem for us. We will follow the path that the father lived.
24. Traveler 5:
Yes ... let's continue our journey.
(Lights off. Music played to accompany the trip. Setting transformed into a village.)
25. Farmer 2:
Finally arrived.
26. Farmer 2:
Ladies and Gentlemen, this is our village. Villages are small, but very peaceful,.without landlord, without taxes or tribute. There is no law, only a norm that we have understood each other.
27. Traveler 3:
Finally we get to also. Oh yes sir, what's here is the inn?
28. Farmer 2:
Well, too bad brother. Our village is very rarely visited, so it's known if there is no inn here.
29. Farmer 2:
But do not be afraid. The brothers could stay empty in this shack
30. Traveler 2:
Does this shack which occupies?
31. Farmer 2:
In the past there was a place, but now it no longer.
32. Traveler 4:
so who has this hut sir?
33. Farmer 2:
He's already died two years ago.
34. Traveler 1:
Well then, we say thank you as much as possible for all fathers.
35. Farmer 2:
You're welcome. We are also happy to help you all.
36. Farmer 2:
Then we ask ourselves. It was dark. We still have to feed our cattle. Excuse me ...
37. Traveler 5:
Let's ....
38. Traveler 3:
Not unexpectedly, we could have a place to stay tonight. I have not slept in the house. As early as ten years ago, since we decided to make this trip.
39. Traveler 5:
Yes ... I hope this luck does not come just today alone.
40. Traveler 4:
You do this, expect something that is uncertain.
41. Traveler 5:
Loh, this is not impossible. Who knows tomorrow we stopped at a city full of women. I have not seen the woman.
42. Traveler 2:
Loh loh loh ... why you are even thinking about women? What you've forgotten about our commitment before this trip?
43. Traveler 5:
Of course I remember. I'm just nostalgic for a moment with my past. What is also not allowed?
44. Traveler 3:
It is not allowed, but do not fancy it even makes us forget ourselves and cause false goals. Our goal is only one. City of Dreams.
45. Traveler 2:
Already, do not argue. It's better now we rest. We must continue our long journey tomorrow.
46. Pengembara5:
Honestly, I'm bored with my life today.
47. Traveler 4:
This brother was also infected with plague boredom. It's better now we just pray for our hearts be strengthened, and so we can continue to be firm on our initial goal.
(Traveler pray. Music played and the lights began to put out. Settings did not change. The music just gives pause the turn night into the morning.)
48. Traveler 2:
The brothers let's wake. It was noon. Let's pack up. We must continue our journey.
49. Traveler 3:
Why did the day change so quickly? I have not had a beautiful dream, had to get up because the sun was shining brightly.
50. Traveler 1:
Brother, about what we might encounter on our journey today?
51. Traveler 4:
I do not know. Maybe a shortcut to the City of Dreams, or maybe death will pick one among us. Who knows.
52. Traveler 5:
Never mind. No need to guess. Let's pack up, then we say goodbye to yesterday villagers who have given us a place to live.
(They all packed up. Then get up and out of the hut ..)
53. Traveler 1:
Why is this village seemed very quiet? Where are the residents?
54. Traveler 3:
I do not know. Maybe they were early in the morning had gone to find grass for their cattle.
55. Traveler 2:
In fact, I have not had time to say thank you to them.
56. Traveler 4:
Never mind, maybe we are not paired with them. Let us continue our journey.
57. Traveler 5:
Yes ... who knows in the future is already waiting for a city filled with women.
58. Traveler 4:
Ssstttt ... do not think something that nothing
(Lights turned off. The music sounded. Setting turned into a barren pastures. Heat, and very draining sweat.)
Scene III
59. Traveler 2:
Brother, Could we stopped for a rest?
60. Traveler 4:
When do we want to if the had just stopped solely.
61. Traveler 2:
Hey brother, why are you so high tone. I just asked for a moment to rest. Isn’t wrong?
62. Traveler 4:
I'm upset with the brothers only stopped solely daritadi. What brother would have started to fade intentions? What is the spirit brother to go to the City Impiyan been dispersed?
63. Traveler 2:
Ah, you are why the quasi-leader like this. My intentions are not faded, my spirits were not broken. I'm just tired of doing this endless journey. Walking toward the uncertain existence. We have ten years running, but there are no signs that we will arrive at our destination.
64. Traveler 3:
It is pure uncertainty. Brother has been used to deny what we dare insult. You do not have anyone with a loser who can only whine and give up on the circumstances.
65. Traveler 2:
I do not give in to circumstances, but what we used to think was wrong. We can not escape from this reality. Our era is the era of crazy. We left the city life is increasingly crazy to find a peace. But what we experience now is much more crazy. We're too naive.We are too far away fantasizing about Dream City is full of peace. We do not know for sure whether the city was there or not ...
66. Traveler 4:
That's ... We all do not know the truth before we come to the city. And one thing you must remember, this trip is the best way. Better to tether themselves to the goals and expectations of uncertain than live in a society that blingsatan. Following the stream which will take us further away late in the madness. Better ...
67. Traveler 5:
Come on you two ... Silence. Why would you be fighting each other. We here are one, our goal is also one. With unite, we become better.
68. Traveler 2:
No. We are now no longer one. Our goal has been different. I no longer want to live in the shadow of pseudo about peace. Yeah if it really all that exists, if not, even make us more desperate. I'll go look for his own dream city. I was not willing to continue this journey.
69. Traveler 3:
Well, if that's your decision. This bracelet is a sign that we are one. Now you no longer one with us, then please brother off the bracelet and please go to the uncertainty that you think about it.
70. Traveler 2:
Hahaha ... uncertainty. Actually, who live in it. This gelangmu. Now I will go towards kedamaianku own.
71. All:
Please ...!
(The atmosphere became quiet. Visible expressions of regret at the facial features the three wanderers that. Now they live all three. One part of them have been lost)
72. Traveler 3:
The brothers, who just happened should be a lesson for us. Our journey is still far away.We do not know what will happen next. What is clear, if we continue to be firm on our initial goal, then we will continue together, because that's the purpose that unites us here.
73. Traveler 1:
Unfortunately our colleagues had already lost their identity. The purpose of the show made him waver for a moment and leave her destiny.
74. Traveler 4:
Please, do not have to think again. What happens, let it be passed. Let it be a very valuable lesson for us.
75. Traveler 5:
Let us continue our journey.
76. All:
Let ..!
(3 Traveler dimly see the reflection of light from the west. He was not convinced by what he saw. So he asked his colleagues to ask for opinions.)
77. Traveler 3:
Brother, what you see light from the west side there?
78. Traveler 4:
Which one do you mean?
79. Traveler 3:
It is there. Which reflects the light.
80. Traveler 1:
Yes, I can see it. What if we run into there for a while to find out what it really light.
81. Traveler 5:
But ... when we get there, it means that we deviated from the direction toward the City of Dreams.
82. Traveler 1:
We will not linger there. Once we know what's there, we again continue our journey.How? Agree?
83. Traveler 4:
All right. What hurts us to try.
84. Traveler 1:
What about you?
85. Traveler 3:
Good. I also participated.
(Music is sounded. The light dimmed. Wanderer, nomad walked slowly toward the light that shines it. Once they arrived, they were very surprised by what they see. A city that is similar to the town where the place they came from.)
86. Traveler 4:
Why in a place like this there is so sparkling city.
87. Traveler 3:
City what it is?
88. Traveler 1:
I do not know, obviously the atmosphere is very different from what we usually feel. The city is very similar to what I imagine last night. Promising fun and really the right place to relieve boredom.
89. Traveler 5:
Do not tell me if you want to get around the city.
90. Traveler 1:
Yes ... exactly once. I did want to take a walk in the city.
91. Traveler 5:
But we had already agreed to leave this place now that we know what we see from a distance earlier.
92. Traveler 1:
You're right. But we do not know what is in there. There may be women with sexy clothes, or there is a club night where we can jig-dancing.
93. Traveler 4:
Brother, what you also have to deny what we agreed?
94. Traveler 1:
I do not deny it. I just wanted to let kebosananku minute.
95. Traveler 3:
But first we have been promised that we will not share in the worldly temptations.
96. Traveler 1:
That promise is the brother. I never felt a promise to anyone.
97. Traveler 5:
But you have your own blood shed as proof that the promise had been agreed.
98. Traveler 1:
Oh ... it only as a form of solidarity alone. Not possible I'm not involved ritual that while you all do it.
99. Traveler 4:
Brother was out of line. brother was a promise that once we make.
100. Traveler 3:
Yes ... you too have been re-trapped by the human passions that blasted it.
101. Traveler 1:
What do you guys know, I've had enough with the trip we have done. I'm fed up with false expectations of the Dream City. A thing that has not been the truth but try to be believed.I'm bored. I'm embarrassed by it all.
102. Traveler 3:
All right. It seems now we are different. So what do you want now?
103. Traveler 1:
I will stay here and bury my desire to go to the City of Dreams that.
104. Traveler 5:
It's noble decision. I really do not understand with you. Same brother has to suck saliva that has been spit upon his own brother.
105. Traveler 1:
It's up to what you said. This is your bracelet. I already do not need it anymore. My life is here.I no longer want to float in hope. I'd rather live in the reality of life, although it will menjerumuskanku. Times have changed. As this is human life today. We can not escape from it. Inevitably, we must follow the current.
106. Traveler 3:
We now are completely different. Brother has become a slave era. A component to run the consumerist system. Congratulations to join in it. Congratulations lulled by it.Goodbye brother.
107. Traveler 4:
Goodbye brother. Simply get here we know the brothers.
108. Traveler 1:
One day you will prove yourself from the changing times that have been evenly distributed it. There was no place for truth. Not even a morsel. You are too naive to you the false hope rested on a dream city. Something that is not necessarily true. One day you too will understand.
109. Traveler 3:
At least we still have hope. Not like that can only be surrendered to the state. There is no power struggle. There was no passion for the change.
110. Traveler 1:
Change? It's what you can do to change the situation? Consumerism and individualistic already fused with the times. He has become the root of the era. You will not find what you imagined it.
111. Traveler 4:
How do we know a result if we have not tried? We're not the type of person who easily give up. We are not a person who easily shaken his faith. And we're not the one who easily turned the bow of idealism.
112. Traveler 1:
To hell with what you say. You will prove yourself changing times that led to a collapse of this. Congratulations apparent silence in the hope of you guys.
113. Traveler 3 & 4:
Shut You ...!
(Mellow song sung to accompany the departure of two wanderers that. Lights dimmed and eventually die. Setting turned into a road with a gate that reads DREAM CITY.)
Scene IV
114. Traveler 4:
Dear friends, we finally arrived at the Dream City.
115. Traveler 3:
Our journey was worth it brother.
116. Traveler 5:
Yes ... they would regret for having turned away from his commitment. Let's go brother.
(Following wanderers go, disco music is sounded)
Two travelers were very surprised by what they see. Apparently Dream City is no different than the previous city and the city where their home. They became very disappointed.
117. Traveler 3:
Apparently City of Dreams does not exist. He just there in the shadows and we are mere illusions. Times indeed have changed. There is no more peace and quiet that we seek.
118. Traveler 4:
Man has reached the peak of his achievement to spawn peace, tranquility, love each other and love each other. Humans have been moved by emotion and instinct alone.
119. Traveler 5:
Brother. We have witnessed a fact of human life. What should we do. Participate in it, or fight with the end of our lives.
120. Traveler 4:
I think both are not the way out. If we participate in it, it means that we deny our promise, our commitment and our oath. But if we end our lives, that means we as well as losers who can only escape from reality.
121. Traveler 3:
So ... what should we do now?
122. Traveler 5:
We must learn to accept this reality. This is part of our lives. All depends on how we react to it. Our life is not merely a silent Seonggol stump. We should be able to behave.We must be good at sorting things which we need to do and which do not need us to do.
123. Traveler 3:
Yes ... I think also this is so good. Let us return to our city and our new life. City of dreams is just a fantasy, peace is located in the heart, not in a quiet town.
124. Traveler 4:
We are too naive to think all of that.
125. Traveler 5:
Kedamain. Still you are there in this world?
(Lights slowly die along with playing music.)
Label:
materi Antriksa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment